Pengajar dan Penjual Obat

Sering kali saya perhatikan jika berkunjung ke pusat kota, entah itu di Bandung atau kota tempat sebelum saya pindah ke Bandung, ada orang yang berjualan Obat. Entah itu obat sakit kepala, obat kuat, obat koreng, dsb. Semua penjual obat serba bisa itu biasanya mengumbar semua keampuhan obat tersebut, seperti seolah-olah hendak memuntahkan semua kata-kata yang ada di otaknya.

Penjual tersebut seolah-olah menekan kepada orang yang berada disekitarnya untuk membeli produknya. Sesekali ada orang yang membeli obat tersebut, entah ia merasakan ada manfaatnya atau tidak. Ada lagi yang ketika saya kembali lewat ketempat tersebut, orang tersebut komplain karena obatnya tidak manjur, Penjual tersebut berusaha menenangkan dengan mengganti obat tersebut atau mengembalikan uang yang telah diterimanya.

Ada hal lucu lagi yang saya petik dari sepenggal kisah yang sering kita temui seperti diatas, sedari dahulu saya bersekolah di Indonesia, sampai sekarang. Saya selalu memperhatikan siapa saja yang mengajar saya dan bagaimana gaya mengajarnya, kebanyakan dari mereka seperti penjual obat tadi yang berusaha untuk meyakinkan muridnya bahwa dia selalu benar dan juga apa yang diajarkannya itu benar.

Indonesia betul-betul kekurangan Staff Pengajar, jarang sekali orang yang bisa disebut GURU yang bisa saya temui dan ada disekitar saya, karena biasanya orang yang pantas disebut GURU itu sudah berusia lanjut, dan mereka biasanya jarang ada di tempat pembelajaran (sekolah, kampus) karena terlibat pekerjaan lain yang lebih berbobot dan lebih penting lagi.

Selama saya kuliah pun, baru dua orang yang bisa disebut GURU oleh saya, karena dua orang itu mengajarkan kepada saya untuk learn, bukan study. Mereka juga tidak menekan atau terus memberikan penjelasan atau menjelaskan apa isi dari buku / slide, melainkan bertanya dan membuat saya terus berpikir, bukan tidur.

Comments

12 responses to “Pengajar dan Penjual Obat”

  1. Antony Pranata Avatar

    Dua orang itu dari berapa jumlah total guru?
    Memang di Indonesia, jarang sekali guru yang membuat kita belajar “berpikir”. Dan ini salah satu kelemahan orang2 Indonesia pada umumnya. Kebetulan saya pernah merasakan sekolah di Jerman, dan terlihat sekali siswa2 dari Indonesia sebagian besar hanya bisa menghafal (termasuk saya juga)…. 🙁
    Kalau kita diberi kesempatan untuk “berpikir”, rasanya otak bisa benar2 buntu.

  2. IMW Avatar

    Banyak orang berteriak Indonesia kekurangan guru yang baik, tapi sedikit yang bersedia menjadi guru (beserta konsekuensinya).

    Saya lama ngajar di Jerman, siswa Indonesia masih banyak juga keunggulannya dibandingkan siswa Jerman kekekeke

  3. didats Avatar

    ini maksudnya, rendi mau jadi tukang obat? hihihi

  4. rendy Avatar

    #1 sekitar 10-20 pengajar (termasuk praktisi), selama masa kuliah
    yang bermasalah, masih saja sistem siapa yang bisa menghapal lebih baik itu yang dianggap pintar.

    #2 saya pernah punya cita-cita untuk mengajar, ketika saya sudah menjadi praktisi di bidang saya, maklum, saya orang lapangan, bukan orang yang senang berkutat dibalik meja dan menghapal teori saja.

    #3 obat batuk.. buat warga kampung yang suka batuk batuk kalo liat salah pokus… uhuk.. uhuk,.

  5. aRdho Avatar

    @2 : orang Indo emg lebih pinter dr orang Eropa.. tp kenapa Eropa lebih maju drpada Indo ya?

  6. IMW Avatar

    #4, Menjadi praktisi dan mengusai hal teori dan mengajar bukan hal yg selalu “tidak beririsan”. Banyak praktisi, yg menguasai teori dan juga senang dan tetap mengajar.

  7. Rahma Avatar

    guru luar enak diajak buat ngotot2an tanpa takut dikurangin nilai ato dianggap gak sopan.. mereka seneng kalo kita punya pikiran/ide kita sendiri… dan lebih serunya..kita bisa manggil mereka cukup dgn nama tanpa embel2 sir,mr atau yang terhormat dan sebagainya… seru kan… 🙂

  8. rendy Avatar

    #6 betul… tetapi sayangnya hampir semua guru yang ada di Indonesia hanya menang diteori saja. ketika mereka diajak berdebat dengan ngotot sama seperti yang #7 bilang, mereka hanya mengeluarkan teori saja, tanpa ada pembuktian dari apa yang mereka alami. mereka kebanyakan tidak pernah menghargai pemikiran dan apa yang diperbuat mahasiswanya..

  9. vini Avatar

    pertama
    guru tidak pernah salah
    kedua
    kalau guru salah lihat pasal pertama

    hehehehe
    *jayus mode on*

  10. sas Avatar

    Saya praktisi sekaligus pendidik. Pendidik bukan pengajar! Pengalaman-pengalaman praktis yang saya dapat bisa saya tularkan ke peserta training.
    Saya sependapat dengan Om IMW. Yang menjadi problem sebenarnya adalah tidak terpenuhinya kebutuhan mendasar para guru ini. Tapi denger-denger sekarang gaji guru sudah cukup, menurut ukuran saya. So tinggal menunggu orang-orang yang mau berkiprah untuk mencerdaskan bangsa ini. Yang ribut melulu! 🙂

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *