Rasanya ada yang janggal dengan kondisi negeri ini, terutama yang saya perhatikan mengenai tarif listrik, tarif internet, tarif telepon dan layanan publik.
Di siaran berita salah satu stasiun televisi Indonesia siang ini (14/7/08) menyebutkan bahwa PLN akan menaikkan tarif listrik untuk golongan pengguna 6600 watt keatas, yang katanya mereka tidak bisa menghemat konsumsi listrik.
Yang saya ketahui, pelanggan 6600 watt keatas itu lebih didominasi oleh pelanggan korporat, atau kalangan industri yang hidupnya amat bergantung kepada listrik, lucunya tarif listrik akan dinaikkan, yang mengakibatkan biaya operasional atau biaya produksi akan naik. Bakal ada yang kena PHK biasanya kalau begini, atau kualitas barang hasil produksi akan menurun, atau harga barang akan naik, tentunya efek ke pembeli akan mengeluh atau marah marah karena harga barang naik.
Skemanya seperti ini kira-kira kalau saya gambarkan:
Ibarat meracuni sungai di Hulu, Ikannya mati sampai ke hilir.
Entah pembuat policy lupa atau apa, namun yang jelas negeri ini memang terbalik, dimana barang konsumsi perorangan jauh lebih murah daripada konsumsi industri, yang menyebabkan manusianya konsumtif tanpa mau berpikir bagaimana caranya memproduksi. Karena biaya produksi yang mahal, lebih murah import dari China lah yah tentunya.
Tarif Internet juga seperti itu kejadiannya, tarif internet untuk perusahaan, setelah saya survei, masih banyak yang mahal, 64Kbps dengan harga 2,4 Juta Rupiah per bulan, bandingkan dengan layanan unlimited personal (yang katanya buat kantor / warnet) dari Telkom Speedy yang dilepas dengan harga 480.000 per bulan up to 1 Mbps.
Lebih baik menggunakan layanan personal untuk kepentingan kantor bukan, karena lebih murah jatuhnya… Wah.. lama lama negeri ini penuh dengan pelanggan yang mengabuse layanan nih, seperti kasus XL yang sering colapse di daerah tempat tinggal saya, karena dipakai oleh pelanggan perorangan, tanpa henti, di share ke banyak komputer.
Tarif telepon juga begitu, untuk kepentingan personal jauh lebih murah, ada yang menawarkan 1 rupiah setiap kali nelepon, ada juga yang menawarkan gratis untuk jam tertentu. Tentunya yang ketiban sial adalah pelanggan korporat atau pelanggan loyal yang sudah lebih lama berlangganan, susah nelepon lah, sinyal drop terus, kresek kresek, telepon nyasar, dan lain lain, mau minta narik jaringan kabel susah, “maaf mas, daerahnya sudah habis jalurnya”.
Bagaimana dengan layanan publik ? rasanya trotoar di pinggir jalan sudah menjadi milik empunya rumah atau toko, di Jakarta saja memotret di ruang publik sudah banyak yang mengharamkan. Bagaimana nasib bangsa ini dikemudian hari yah?
Pusing ah..